1. Skripsi
berjudul “Dampak Perceraian
Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan
Emosi Anak Kasus Pada 3 Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Pekuncen
Banyumas
Tahun Ajaran 2012/2013”
2. Struktur
tulisan dalam skripsi.
1) Halaman
Judul
2) Halaman
Pengesahan
3) Pernyataan
Keaslian Tulisan
4) Motto
dan Persembahan
5) Kata
Pengantar
6) Abstrak
7) Daftar
Isi
8) Daftar
Tabel
9) Daftar
Grafik
10) Daftar
Lampiran
11) BAB
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penelitian
d. Manfaat Penelitian
e. Sistematika Penulisan Skripsi
12) BAB
2. LANDASAN TEORI
a. Penelitian Terdahulu
b. Kematangan Emosi
c. Pengertian Emosi
d. Pengertian Kematangan Emosi
e. Ciri-Ciri Emosi Pada Remaja
f. Ciri-Ciri Kematangan Emosi
g. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
h. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
i.
Perceraian Orang Tua
j.
Pengertian Perceraian Orang Tua
k. Faktor Penyebab Perceraian Orang Tua
l.
Dampak Perceraian Terhadap Tingkat Kematangan
Emosi Anak
13) BAB
3. METODOLOGI PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
b. Subyek Penelitian
c. Fokus Penelitian
d. Sumber Data Penelitian
e. Teknik Pengumpulan
Data
f. Observasi
g. Wawancara
h. Keabsahan Data
i.
Triangulasi Sumber
j.
Triangulasi Teknik
k. Analisis Data
l.
Reduksi Data
m. Penyajian Data
n. Penarikan Simpulan Atau Verifikasi
14) BAB
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Penelitian
b. Gambaran
Kondisi
Emosi Anak Korban Perceraian Sebelum
Terjadi Perceraian
c. Subyek Pertama
d. Subyek Kedua
e. Subyek Ketiga
f. Gambaran
Kondisi
Emosi Anak Korban Perceraian Setelah
Perceraian
g. Subyek Pertama
h. Subyek Kedua
i.
Subyek Ketiga
j.
Dampak
Perceraian Orang
Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak
k. Pembahasan
l.
Subyek Pertama
m. Subyek Kedua
n. Subyek Ketiga
o. Implikasi
bagi Pelaksana Layanan
Bimbingan
dan Konseling
Di Sekolah
p. Keterbatasan Penelitian
15) BAB
5. PENUTUP
a. Simpulan
b. Saran
16) Daftar
Pustaka
17) Lampiran
3. Analisis
Latar Belakang.
Bentuk
emosi ada beberapa macam seperti : marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri
hati, sedih, gembira, kasih sayang, dan rasa ingin tahu. Pada masa remaja lebih
cenderung memiliki emosi yang belum stabil sehingga terkadang muncul dengan
sikap yang meledak-ledak. Remaja yang tidak dapat mengontrol emosinya dengan
baik dapat menimbulkan rasa tidak aman, tidak senang, khawatir dan kesepian.
Kematangan
emosi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merespon emosi dengan
baik, mampu mengontrol emosi, dan dapat bertindak secara dewasa. Berikut merupakan tanda-tanda individu yang
mengalami kematangan emosi menurut Walgito (2004: 45) sebagai berikut:
1. Mampu
menerima keadaan drinya maupun orang lain dengan baik.
2. Mampu
merespon stimulus dengan baik.
3. Dapat
mengontrol emosi dengan baik.
4. Mempunyai
sifat sabar, penuh pengertian, dan mempunyai toleransi yang baik.
5. Mempunyai
rasa tanggung jawab yang besar, dapat berdiri sendiri, tidak mudah frustasi,
dan penuh pengertian dalam menghadapi masalah.
Masa
remaja memiliki energi yang besar, perkembangan emosinya belum stabil sedangkan
pengendalian dirinya belum terbentuk secara sempurna. Emosi seseorang dapat
dikatakan matang jika ia dapat mengendalikan emosinya dengan baik sehingga akan
menimbulkan suatu kebahagiaan.
Walgito
(2004: 44) berpendapat bahwa antara kematangan emosi dan pikiran akan saling
kait mengkait. Remaja yang emosinya telah matang memberikan reaksi emosional
yang stabil dan tidak berubah-ubah.
Ada
beberapa faktor untuk membentuk kematangan emosi anak seperti membimbing anak
di lingkungan sekolah agar emosinya terjaga stabil. Pada usia antara 13-18
tahun remaja pada posisi awal, dimana masih mengalami banyak masalah, baik
masalah fisik maupun psikologis.
Agar
pergaulan sehari-hari dapat berjalan dengan baik dan dapat hidup dengan tentram
mengendalikan emosi diri sangat penting, karena emosi dapat menghubungkan diri
kepada orang lain.
Salah
satu faktor yang dapat membentuk kematangan emosi anak adalah hubungan yang
baik dengan orang tua atau keluarga. Keluarga merupakan suatu hal yang utama
bagi anak karena keluarga sangat perperan penting dalam membentuk sikap dan
karakter anak. Keluarga terbentuk karena adanya suatu perkawianan. Dalam suatu
hubungan terkadang terdapat beberapa ketidak cocokan sehingga dapat menimbulkan
suatu perpisahan atau perceraian.
Berakhirnya
hubungan suami istri dan telah diputuskan oleh hukum dapat diartikan sebagai
sebuah perceraian. Pada masa-masa ini perhatian yang besar terhadap anak sangat
dibutuhkan, karena pada masa-masa ini anak sedang mengalami rasa kehilangan
akan salah satu anggota keluarganya, ayah atau pun ibu. Hubungan yang tidak
baik antara anak dan orang tua dapat menimbulkan suatu kemarahan yang dalam
yang akan melekat pada diri anak.
Perceraian
dapat terjadi karena ada beberapa sebab seperti : ketidakharmonisan, tidak ada
tanggung jawab, dan masalah ekonomi. Semakin
tinggi angka perceraian maka semakin banyak pula anak-anak yang menjadi korban
perceraian.
Dari
suatu perceraian dapat menimbulkan suatu luka yang mendalam, bingung, marah,
dan menimbulkan rasa tidak aman. Terkadang mereka tidak bisa menerima realita yang
ada, sehingga dapat menimbulkan sikap bandel, nakal, pesimis, penakut, dan
tidak konsentrasi dalam menerima pelajaran. Untuk itu hubungan yang baik antara
anak dan kedua orang tua sangat diperlukan untuk membentuk kematangan emosi
pada anak.
Disini
peneliti melakukan suatu penelitian di SMP Negeri 2 Pekuncen Banyumas, dimana di
sekolah tersebut terdapat beberapa siswa yang memiliki keluarga tidak utuh atau
sudah bercerai. Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti menghasilkan
sebuah data bahwa anak yang orang tuanya mengalami sebuah perceraian dapat
menimbulkan sikap yang negatif seperti tidak dapat menerima keadaan yang alami,
sering tergesa-gesa dalam bertindak, cenderung tidak dapat mengatur kapan emosi
atau kemarahan diungkapkan, kurang memiliki rasa tanggung jawab, cenderung
tidak dapat mandiri, cenderung bersikap tidak sabar, dan acuh dengan lingkungan
sekitarnya. Kematangan emosi yang dimiliki anak yang kedua orangtuanya bercerai
cenderung memiliki tingkat kematangan emosi yang rendah, dapat dilihat dari
beberapa sikap yang muncul seperti tidak dapat mengendalikan emosi, sering
marah-marah tanpa alasan yang jelas, mudah tersinggung, sering melanggar
peraturan sekolah, dan sering mencari perhatian kepada orang lain.
Sebagian
besar anak-anak korban perceraian cenderung tidak dapat mengontrol emosi dari
perceraian orang tua mereka, sehingga terkadang mereka melampiaskan rasa frustasi
mereka terhadap hal-hal yang berlawanan dengan peraturan yang ada. Namun, ada
beberapa anak yang dapat mengatasi atau melewati masa-masa sulit tersebut
dengan cara yang positif seperti aktif dalam kegiatan organisasi, mampu hidup
dengan mandiri, bahkan memiliki prestasi yang baik dalam bidang akademiknya. Anak
tersebut merasa bahwa ia harus bangkit dan tidak boleh terpuruk terlalu lama
dalam kehidupannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar